Garut, Infojatengnews.com| Proyek revitalisasi SMPN 3 Bungbulang yang berlokasi di Desa Sinarjaya, Kecamatan Bungbulang, Kabupaten Garut, kini menjadi sebuah bibir. Proyek bernilai Rp1.925.372.000 dari APBN Tahun Anggaran 2025 ini diduga kuat dikerjakan asal-asalan, jauh dari spesifikasi teknis, dan rawan penyimpangan anggaran." Rabu 24 September 2025
Pantauan awak media di lapangan menunjukkan indikasi pelanggaran serius penggunaan besi tipis campuran 6–8–10 mm, pasir murahan dari Sungai Cilaki, serta pengerjaan konstruksi yang dinilai tidak layak untuk bangunan pendidikan.
Klarifikasi Kepala Sekolah
Menanggapi sorotan publik, Kepala SMPN 3 Bungbulang, Badrudin, memberikan jawaban klarifikasi melalui pesan WhatsApp. Ia menegaskan bahwa secara teknis pelaksanaan, semua pekerjaan sudah sesuai petunjuk teknis (juknis) dan ditangani oleh Panitia P2SP.
“Belum ada yang konfirmasi jika KS (kepala sekolah) disebut cuci tangan. Ada hak jawab sebelum naik berita. Hal teknis semua ditangani panitia P2SP, bukan berarti KS lepas, karena saya sebagai penanggung jawab tetap mengikuti juknis,” ujar Badrudin.
Ia juga membantah isu soal penggunaan besi yang tidak sesuai. “Gambar besi yang di atas itu bukan besi pembangunan SMPN 3 Bungbulang. Tidak ada besi biru, yang dipakai semuanya besi hitam. Saya juga ikut mengontrol,” tegasnya.
Padahal hasil pantauan awak media di lapangan bahwa itu jelas-jelas besi hitam bukan besi biru, adapun kesan warna biru itu dampak dari kamera dan besi itu benar-benar di pakai dalam pembangunan tersebut yakni di SMPN 3 bungbulang
Lebih lanjut, Badrudin menyampaikan bahwa keuangan proyek tidak berada di bawah kendali dirinya, melainkan sepenuhnya dipegang oleh bendahara P2SP.
“Kelapa sekolah tidak pernah memegang uang. Semua dikelola P2SP. Saya hanya menyetujui atau mengetahui apa yang harus dibeli sesuai juknis. Anggaran juga tidak masuk ke rekening sekolah, melainkan dibuatkan rekening khusus oleh pusat dan langsung dikontrol kejaksaan serta fasilitator,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Panitia P2SP, Pupung, saat diminta keterangan justru terkesan menghindar. “Saya hanya sebatas mengawasi para pekerja,” ucapnya singkat melalui telepon WhatsApp, tanpa menjelaskan lebih jauh mengenai dugaan penyimpangan teknis dalam proyek tersebut.
Sikap bungkam dan tidak transparan dari pihak panitia ini justru memperkuat dugaan publik bahwa ada sesuatu yang disembunyikan.
Masyarakat mendesak Aparat Penegak Hukum (APH), Inspektorat Garut, dan Kejaksaan Negeri Garut untuk segera turun tangan. Dana hampir Rp2 miliar yang bersumber dari APBN jangan sampai dijadikan ajang bancakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Namun harus benar-benar dipergunakan untuk kepentingan rakyat khususnya didunia pendidikan.
“Kalau APH hanya diam, publik akan menilai hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas,”
Kasus ini menjadi alarm keras bagi pemerintah daerah maupun aparat penegak hukum. Publik kini menunggu, apakah dugaan permainan anggaran miliaran rupiah ini akan benar-benar dibongkar? Ataukah dibiarkan hingga pendidikan di Garut dikorbankan demi kepentingan segelintir pihak
Writen: Dadang Suhendar / Hendi Heryana
Editor: Redaksi
Social Footer