Breaking News

Klarifikasi Kuasa Hukum FSD Terkait Status Hukum dan Sengketa Tanah di Semarang

Semarang — Infojatengnews.com - Kuasa hukum dari FSD, tersangka dalam kasus sengketa tanah di wilayah Kota Lama Semarang, memberikan klarifikasi terbuka kepada media terkait status hukum kliennya serta kronologi konflik agraria yang melibatkan beberapa pihak. 

Menurut keterangan, FSD saat ini tengah menjalani proses penyidikan di Polrestabes Semarang dan telah ditetapkan sebagai tersangka. Namun, kuasa hukum menekankan pentingnya menjunjung asas praduga tak bersalah dalam proses hukum yang sedang berjalan.

Kuasa hukum menjelaskan bahwa seluruh permasalahan berawal dari penerbitan sertifikat hak atas tanah yang sebelumnya merupakan tanah negara. Tanah yang disengketakan terletak di Jalan Jalak Nomor 5–7, Semarang, dan selama lebih dari 20 tahun dikuasai serta dirawat oleh FSD tanpa ada klaim dari pihak lain hingga beberapa tahun terakhir.

Menurut kuasa hukum, hak guna bangunan (HGB) sebelumnya atas nama NV Hendel een Bouw Maatschappy "Thio Tjoe Pian" telah berakhir pada 24 September 1980 dan tidak diperpanjang dalam jangka waktu dua tahun sebagaimana diatur dalam ketentuan agraria. 

Oleh karena itu, tanah tersebut otomatis kembali menjadi milik negara, dan tidak dapat dijualbelikan sebelum dilakukan pengajuan hak kembali secara resmi.

Permasalahan muncul saat pihak pelapor, yakni Shita Devi, mengklaim kepemilikan tanah yang diperoleh berdasarkan jual beli dari likuidator NV Hendel een Bouw Maatschappy "Thio Tjoe Pian" berdasarkan suatu penetapan pengadilan. 

Namun, kuasa hukum menegaskan bahwa penetapan pengadilan terkait likuidator tersebut tidak pernah menyebutkan bidang tanah tersebut merupakan aset dari NV Hendel een Bouw Maatschappy "Thio Tjoe Pian". 

Bahkan, dalam proses peradilan, sejumlah aset yang awalnya dimohonkan sebagai milik NV Hendel een Bouw Maatschappy "Thio Tjoe Pian"  justru ditarik kembali oleh pemohon.

Kuasa hukum FSD, Adi Nurachman menyampaikan bahwa sertifikat atas nama Shita Devi, yang diterbitkan oleh BPN dinilai cacat hukum karena tidak melalui proses yang sesuai prosedur, termasuk tidak adanya pengumuman kepada masyarakat umum. 

Hal inilah yang menjadi dasar PTUN Semarang membatalkan sertifikat tersebut, dan putusan tersebut telah inkrah serta dilaksanakan eksekusinya oleh pengadilan.

Selain itu, kuasa hukum menyebut bahwa surat pernyataan penguasaan fisik yang digunakan dalam proses penerbitan sertifikat atas nama Shita Devi, diduga palsu karena dalam proses persidangan yang telah dilalui, pengadilan menemukan bukti bahwa penguasaan fisik atas lahan tersebut ditangan FSD sejak dekade 1980-an hingga terbitnya sertifikat tahun 2021.

FSD melalui kuasa hukumnya juga telah melaporkan tiga orang yang diduga terlibat dalam dugaan pemalsuan dokumen dan jual beli tanah negara, yaitu Mustika Harjonegara, Kusuma Tjitra, dan Shita Devi,. Laporan tersebut tercatat di Polda Jawa Tengah dengan nomor LP yang telah diproses lebih lanjut dalam tahap penyidikan.

Kuasa hukum FSD menekankan bahwa pihaknya tidak pernah mengklaim tanah tersebut sebagai milik pribadi, melainkan menegaskan bahwa kliennya hanya menguasai secara sah tanah negara yang kosong dan tidak dimanfaatkan pihak lain. Mereka menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada aparat penegak hukum, dan berharap agar keadilan ditegakkan secara objektif dan transparan.

Dengan adanya putusan inkrah dari Mahkamah Agung yang membatalkan sertifikat atas nama Shita Devi,, kuasa hukum menilai bahwa secara yuridis hak atas tanah telah kembali menjadi milik negara. Oleh sebab itu, pihaknya meminta semua pihak menghormati proses hukum yang berjalan dan tidak menyebarkan informasi yang menyesatkan publik terkait status lahan tersebut.

(Red/ sugiman

Type and hit Enter to search

Close